Dzikir
Dengan Suara Pelan dan Tidak berjamaah
Adapun adab berdzikir yang sesuai dengan sunnah adalah
sebagai berikut :
Pertama, dilakukan dengan suara lemah lembut/merendahkan suara, karena Allah Ta’ala berfirman,
“Wadzkur rabbaka fii nafsika tadharru’aaw wa khiifataw wa duunal jahri minal qauli bil ghuwwi wal ashaali wa laa takum minal ghaafiliin”
Yang artinya “Dan sebutlah nama Tuhanmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara di
waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang – orang yang lalai” (QS
Al A’raaf 205)
Kedua, hendaknya dilakukan sendirian atau tidak beramai – ramai atau tidak dipimpin oleh seseorang, karena jika dzikir secara beramai ramai atau dipimpin oleh seseorang maka menyelisihi firman Allah Ta’ala di atas pada surat Al A’raaf ayat 205 yaitu pada kalimat “dengan tidak mengeraskan suara” dan juga berdasarkan keumuman hadits berikut,
Dari Abu Hurairah radhiyallaHu ‘anHu, Rasulullah
ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam bersabda, “Tujuh orang yang dilindungi Allah dalam
naunganNya pada hari tidak ada naumgan selain naunganNya yaitu : Imam (pemimpin)
yang adil…dan seseorang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi
lalu matanya mencucurkan (air mata)” (HR. al Bukhari)
Syaikh Hamid At Tuwaijiry dalam Kitabnya Inkaru At
Takbir Al Jama’i wa Ghairihi berkata,
“Dalam Shahih Bukhari (no. 1830) dan Shahih Muslim
(1704) dari ‘Ashim Al Ahwal dari Abu Utsman dari Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu
berkata, ‘Ketika Rasulullah berjihad pada perang Khaibar …, mereka (para
sahabat) menyerukan takbir seraya membaca, ‘Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa
ilaha illallah’ dengan suara keras,
Maka Rasulullah bersabda, ‘Tahanlah diri kalian,
sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli maupun jauh, sesungguhnya
kalian berdoa kepada Dzat yang Maha mendengar yang dekat dan Dia selalu bersama
kalian’.
Jika Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam melarang
orang – orang yang meneriakan takbir padahal mereka berada di tanah lapang, maka
perbuatan orang – orang yang bersahut – sahutan di dalam Masjidil Haram lebih
terlarang lagi, karena mereka telah melakukan beberapa bid’ah yaitu berdzikir
dengan suara keras, bersama – sama melagukannya sebagaimana yang dilakukan
paduan suara, mendendangkannya dan mengganggu orang lain, yang semuanya ini
tidak boleh dilakukan”
Ketiga, jika menghitung bacaan dzikir maka hendaknya menggunakan jari – jari tangan kanan sebagaimana hadits berikut :
Abdullah bin Amr radhiyallaHu ‘anHu berkata, “Ra-aytu rasulullahi ya’qidut tasbiiha bi yamiinihi” yang artinya “Aku melihat Rasulullah menghitung bacaan tasbih (dengan jari – jari) tangan kanannya” (HR. Abu Dawud no. 1502, At Tirmidzi no. 3486, Al Hakim I/547 dan Baihaqi II/253, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahiih At Tirmidzi III/146 dan Shahiih Abu Dawud I/280)